Auditor Baik Budayakan ‘Siri’ Na Pacce’, Ini Hasil Penelitian Ilmiahnya

Dekan Fakultas Ekonomi (duduk/kiri) foto bersama Peswerta Temu Musyawarah Akuntansi Multiparadigma

Dosen UPA Ini Bahas Tuntas Profesi Auditor Siri’ Na Pacce

Rupanya, Dosen Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Patria Artha (UPA) Dr. Nur Alimin Azis telah melakukan penelitian terkait hal tersebut.

Menurut Dekan FE UPA ini, seorang auditor ini harus memiliki independensi dengan menerapkan budaya Siri’ Na Pacce.

MENJALANKAN  profesi auditor tentu membutuhkan keahlian khusus, karena ditangan para penyandang  peneliti keuangan ini nasib sebuah laporan keuangan dipertaruhkan.

Jika tak detail, alamat laporan keuangan bisa saja dinyatakan tak wajar atau disclaimer.

Makanya, jangan heran untuk menggunakan jasa seorang auditor, seseorang atau perusahaan terkadang harus merogoh kocek dalam.

Itu jika kita membahas secara umum keberadaan profesi auditor.

Tapi, pernahkan anda tahu jika ternyata profesi auditor itu sangat erat juga dengan  budaya orang Bugis-Makassar dengan istilah Siri’ Na Pacce.

Rupanya, Dosen Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Patria Artha (UPA) Dr. Nur Alimin Azis telah melakukan penelitian terkait hal tersebut.

Menurut Dekan FE UPA ini, seorang auditor ini harus memiliki independensi dengan menerapkan budaya Siri’ Na Pacce.

Dalam konteks pekerjaan, nilai-nilai kearifan lokal siri’ na pacce dapat menjiwai perilaku individu dalam berinteraksi dengan orang lain.

“Pekerjaan sebagai auditor menuntut perilaku individu untuk selalu jujur dan independen dalam aktivitas auditnya, karena hasil pekerjaannya akan digunakan oleh publik sebagai proses pengambilan keputusan,” ujarnya.

Etika dan moral yang tinggi guna menyokong sifat kejujuran dan independensinya harus terpatri dalam jiwa para auditor.

Nur Aimin memaparkan, maraknya pelanggaran akuntansi dibelahan bumi ini, salah satunya disebabkan keterlibatan auditor yang menggadaikan etika dan moralnya. Sehingga nafsu keserakahan menjadi makanan menggairahkan baginya.

Tak jarang, kata dia, sorotan tajam pun diarahkan kepada auditor yang dianggap gagal dalam bertindak secara independen. Hal ini disinyalir karena sifat kontraktual auditor-klien yang menimbulkan konflik kepentingan.

Untuk itu, seorang auditor harus berpegang teguh pada nilai-nilai kearifan lokal siri’na pacce, yang tercermin dalam prinsip utama yang disebut Lima akkatenningeng atau lima Passalen, selalu taat pada kode etik profesi.

Mereka memiliki harga diri yang tinggi, serta malu untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak jujur, malu karena mementingkan kepentingan pribadi (ekonomi) dan malu karena melanggar kepentingan umum, sehingga independensi auditor yang menjadi pondasi atau sebagai landasan dari profesi audit terus dapat terjaga. (SDM)

.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *